KENAPA ADMIN (terkesan) lambat dalam merespon konflik? (last Update 10.03.2014)

1. Tim Admin terssebar di berbagai belahan dunia, berzona waktu beda; satu melek satunya merem, satu lagi sempat satunya lagi ngga karena berbagai urusan pribadi dan utama masing2 (kerja, studi, keluarga, dsb), sama seperti anda semua kawan2 di KKC..
 Jangan lupakan bahwa Administrator juga memiliki kesibukan sama seperti anda, tidak mungkin kami bisa 24 jam/hari menunggui wall grup.

2. KENAPA ADMIN tidak menindak tegas dan (terkesan) membela anggota2 yang di anggap banyak orang sebagai ‘rusuh’ dan ‘bermasalah’?
 Karena kami kedepankan prinsip: tiap orang tak terkecuali bisa berbuat salah,  bodoh, bahkan jahat sekalipun. Kami percaya tindakan tegas langsung kadang tidak ngebantu orang itu berubah di tempat lain. Kami percaya tiap kita bisa pintar di satu area, tapi bisa ceroboh, dangkal dan alpa di area lain, karena itu kami beri kesempatan untuk memperbaiki diri. Jika kesempatan kedua ini tidak dimanfaatkan dengan baik, baru tindakan tegas akan dilakukan, yang hanya akan diputuskan setelah melalui pertimbangan matang dan obyektif, tanpa tekanan atau ancaman dari pihak manapun. 

3. KENAPA ADMIN (terkesan) lemah dalam gunain hak prerogatif nya?
Lemah dan kuat dalam mengelola sekelompok orang tergantung sudut pandang yang dipakai. 
Kami ingin anggota nunjukkin keragaman pendapat dan pandangan seluas mungkin. Ngga jarang kok kami harus mendepak keluar anggota, bahkan tanpa anggota lain ‘ngeh.
Gaya yang ingin kami biasakan dlm melihat anda semua para anggota adalah gaya berpikir dewasa, terbuka, luas, besar dan rendah hati. Gaya berpikir bersih dengan kepala dingin, dan hati sejuk. Karena kami percaya anda mampu, kalau anda mau!
Persoalannya apakah anda mau dan mampu? Silahkan jawab masing-masing.

Berbagai konflik yang ada di berbagai posting itu dinamika grup yang perlu dilihat dengan bijak, itu hanya sebagian kecil dari proses panjang misi KKC. 
Bicara konflik, konflik itu ibarat lampiran dari paket kebersamaan. Lebih dari 1 orang kumpul, potensi konflik pasti ada. Konflik itu untuk di selesaikan oleh pemiliknya. Bukan untuk di sebar kemana2 dan akhirnya menuding pihak lain sebagai penanggung jawab. 
Konflik antar anggota yang nongol di permukaan grup KKC maupun grup lainnya, ngga berarti menggeserkan misi grup. Jangan sampai "Rusak susu sebelanga karena nila setitik", konflik itu nilanya, susu sebelanga itu keseluruhan isi posting grup dari awal hingga akhir.          

Yang terpenting: Para pemilik konfliklah yang paling bertanggung jawab untuk menyelesaikan konfliknya, kewajiban kami hanya menertibkan lalu lintas grup. Selebihnya, silahkan selesaikan sendiri diluar lingkup grup.

Kenapa “Komunitas Kawin Campur” tapi terima anggota yang bukan pelaku ‘Kawin Campur’? (last Update 10.03.2014)

Berikut ini beberapa pointers terkait topik dan spirit lahirnya KKC:

1. Pendapat miring, diskriminatif, bahkan ngga jarang bagi sebagian pelaku kapur terasa seperti ‘ngga pake perasaan!’’ di masyarakat Indonesia bahkan kadang dari keluarga  sendiri. Tudingan perempuan nakal, banyak duit, pelit, doyan seks, pindah agama cuma buat kawin, dsb...Kalau ngga pernah mengalami itu semua bersyukurlah, tapi kalau pernah ya dengan berbagi dalam grup2 jadi tahu kita ngga sendirian :)

2. Organisasi formal maupun non formal tentang kawin campur ada banyak sekali dengan keanggotaan rata-rata eksklusif. Jika karena alasan tertentu kita pingin ngumpul di organisasi yg anggotanya hanya pelaku kapur, maka KKC bukan opsi terbaik. Perkumpulan yg jenis keanggotaannya eksklusif (please note 'eksklusif’ ngga harus berkonotasi negatif) punya KEKUATAN dan KELEMAHAN sendiri, MAKSUD dan TUJUAN sendiri, begitu juga dengan perkumpulan yang terbuka.
KKC sejak dibuat memilih untuk SEMI INKLUSIF karena poin 1 & 2 diatas. Lebih jelasnya, berbagai anggapan yang kurang fair terhadap pelaku kapur itu lebih banyak karena ada ketimpangan informasi ttg para pelaku kapur dan dunia/kehidupan keluarga campuran dalam masyarakat. Tak kenal maka tak sayang.

Dari situlah rasanya perlu ada satu wadah dimana PELAKU KAPUR dan NON-KAPUR NONGKRONG BARENG. Yang pelaku kapur bs ngeluarin uneg2, persoalan dan tantangan seputar kehidupan ber-kapur secara positif...Yang non-kapur bisa dapat gambaran lebih baik tentang wajah utuh dan dunia kapur.

HARAPANNYA, dari situ saudara2 kita yang ngga tadinya ngga ngerti jadi paham, yg tadinya miring dan ngga fair ke pelaku kapur jadi lebih positif dan suportif. Harapannya lagi, pengetahuan itu menular ke saudara2 kita yg lain, sehingga masyarakat bisa lebih dewasa lagi melihat fenomena perkawinan. Itu harapannya lho...gimanapun hasilnya saya percaya ngga ngilangin usaha dan niat baik, no? 

3. Keterbukan kita tentu tetap memakai batasan tertentu demi ketertiban dan kedamaian grup.
Screening diperlukan demi mencegah maraknya cowok/cewek ABG yg nganggap bisa nyari tante girang ato partner seks disini (anda boleh ketawa ato jengah dengernya tp admin saat ronda tau cukup sering dapat request dari cowok/cewek yg isi page-nya seputar paha dada perempuan, dan isi ‘likes’ nya seputar seks dengan kata2 jorok!). Yang udah masuk krn keliatan ‘anak manis’ tapi lalu buat onar di wall toh masih bisa dikeluarkan.

4. Non-pelaku kapur WNI, laki-perempuan, single-janda-duda, sepanjang punya dan nyatakan niat baik untuk memahami kehidupan/dunia kapur dengan positif, kami buka pintu. Terpenting, mampu berlaku baik juga selama berinteraksi dlm grup. 

Aturan Dasar Diskusi (last update: 10.03.2014)

NOTE: (translation will be available on request)

Examples of Widely Used Ground Rules

Ground rules should be developed and adapted for every unique context. Appropriate ground rules may depend partially on age, region, and other contextual factors. The following list of common ground rules from equity, diversity, and social justice related classes and workshops should serve only as a starting point for your process of creating a similar list suitable to your own situation:
  1. Listen actively and respectfully -- respect others when they are talking.
  2. Speak from your own experience instead of generalizing ("I" instead of "they," "we," and "you").
  3. Do not be afraid to respectfully challenge one another by asking questions, but refrain from personal attacks -- focus on ideas/topics.
  4. Participate to the fullest of your ability -- community growth depends on the inclusion of every individual voice.
  5. Instead of invalidating somebody else's story with your own spin on her or his experience, share your own story and experience. But please keep remember: "You're only suppose to tell about your own thoughts, but NOT to tell others what to do. Respect other's free choice of life. You don't live their life, everybody is responsible for their own decision."
  6. The goal is not to agree -- it is to gain a deeper understanding.  Remind people that it is our commonalities that connect us, but it is our differences that teach us. Nudge people to genuinely consider the possibility of learning something, but that in any event, if they want to be heard it’s in their best interest to listen, too.
  7. Be conscious of body language and nonverbal responses -- they can be as disrespectful as words.

  The discussion stays in the room. What is shared in the room, stays in the room. Agree that people can speak for themselves outside the room, but they will not presume to speak for others. 

THE DIFFERENCE BETWEEN DEBATE AND DIALOGUE:

Debate: Differences compete in a win/lose fashion· Driven by individual interest/advocacy· Exploits weaknesses· Designed to increase separation, to distinguish agendas

Dialogue: Seeks out underlying meaning/principles ·
Supports strengths· Builds community· Embraces differences while highlighting our commonalities

Sumber: http://uhs.berkeley.edu/home/news/pdf/groupdiscussion.pdf
              http://www.edchange.org/multicultural/activities/groundrules.html